Kamis, 28 Juli 2011

KUMPULAN PENGAJIAN RAMADHAN

Kultum : Persiapan Ramadhan : Berisi kultum tentang seputar Ramadhan dan hikmahnya
KUMPULAN KULTUM : PERSIAPAN RAMADHAN ,MARHABAN YA RAMADHAN



Saudara-saudara yang di cintai AllahSWT.Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah atas karunia dan nikmatnya serta hidayahnya sehingga kita masih diberi rizki ,kesehatan dan keselamatan sehingga kita masih dipertemukan dengan Bulan Suci Ramadhan,Bulan yang penuh Baraqah,dan Magfirah pada umatnya yang bertaqwa.Mari kita sambut Bulan Ramadhan ini dengan suasana yang penuh harapan untuk mendapatkan Ridha dari Allah SWT.Harapan untuk memperbanyak pahala,harapan untuk memperbanyak Amal,dan harapan untuk meningkatkan Keimanan kita dan harapan untuk bisa hijrah kearah yang lebih baik.

Ya Allah berikan kepada kami barakah pada bulan Rejab, Sya'ban dan berikanlah kami kesempatan untuk berjumpa kembali dengan RamadhanMu yang suci...kabulkanlah ya Allah..."

Ungkapan di atas merupakan untaian doa yang dilantunkan oleh para sahabat enam bulan sebelum orang-orang yang di cintai Allah tersebut bertemu dengan bulan Ramadhan. Boleh kita bayangkan betapa berharga dan istimewanya Ramadhan bagi mereka sehingga kedatangannya sangat dinanti-nanti dan dirindukan, hingga Rasulullah menyatakan:

"Sekiranya ummatku mengetahui akan kandungan yang dibawa bulan Ramadhan, maka semuanya akan berharap agar sepanjang tahun berisi hanya bulan Ramadhan".
Bagaimana dengan kita, apakah Ramadhan merupakan satu perkara yang istimewa di hati kita? 



UNTUK MENGHADAPI RAMADHAN YANG DIPERSIAPKAN :
Untuk menghadapi Ramadhan, Rasulullah SAW sering melakukan
1. puasa sunnat di bulan Rajab dan Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):
Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.’
2. Ibadah lain yang kita perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam bulan Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur untuk memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT.
3. Bacaan atau tilawah Al Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut disia-siakan tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran.
4. Jangan lupa, kita juga perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam menyambut bulan penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan dirumah agar terasa suasana Ramadhan.
5. Buat rencana untuk beribadah bersama keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama.
6. Bahagiakan istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan terasa istimewa.


Ada tiga nasehat dari Rasulullah

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal: yaitu :

1. “Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada,
2. dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya.
3. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi

Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1. BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja.
Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”
Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.

2. KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “
sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.

3. AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)

Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.


MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

Berdoa di Bulan Ramadhan
Aturan untuk shoum di bulan Ramadhan telah ditetapkan Allah SWT dalam surat Al Baqarah dari ayat 183 sampai ayat 187.
Hampir seluruh ayat tersebut terdapat kata-kata shoum:
• (Al Baqarah 183)
• Al Baqarah 184)
• (Al Baqarah 185)
• Al Baqarah 187)
Hanya ayat 186 yang tidak mengandung kata shoum:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Peletakan ayat ini diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud. Kalau ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lain).
Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman ‘Ud’uni astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya)” (QS 40:60).
Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.)
Menurut Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung tentang keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia akan mengabulkan segala doa kita.
Dalam ayat ini juga terdapat tiga syarat untuk diterimanya suatu doa.
Pertama, doa tersebut harus dipanjatkan kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa kepada mahluk Allah seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa akan lebih baik apabila doa tersebut diucapkan secara langsung kepada-Nya.
Syarat kedua dalam berdoa adalah kita harus memenuhi segala perintah Allah SWT. Seperti ketika seorang anak sebaiknya mengikuti nasehat/perintah orang tuanya untuk mendapatkan yang diinginkannya. Sedang syarat ketiga adalah kita harus beriman kepada-Nya agar doa kita diterima.
Walaupun ayat 186 ini tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini menunjukkan pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW:

“Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)
Atau dalam hadits lain, nabi SAW bersabda:

“Ada tiga orang yang tidak akan ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sehingga dia berbuka dan orang yang dianiaya. Doa mereka diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari kiamat dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman,
‘Demi keagungan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’”
(Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Demikianlah, urgensi dari berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu eningkatkan kemungkinan doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.

DOA PEMBUKA DALAM KULTUM
Doa Pembuka
Assalamualaikum wr wb,
Teman-teman yang dirahmati Allah,
karena ada yang menanyakan doa pembuka kultum, berikut saya cantumkan salah satu versi dari doa tersebut:

“Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya.Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.Ya Allah, berikan sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.”.
Wassalam,


MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

Membiasakan Berbuat Baik
Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan keluarganya.

Semakin seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakinbanyak terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain.Hal ini sesuai dengan hadits qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.

Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.
Permasalahan awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:

“Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia semakin ingat.

“Dan sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)
Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin yakin.
Wallahu a’lam bish showab.


MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM


Cara Allah SWT Mengawasi Kita :
Perhatikan pernyataan di bawah ini
Karena takut didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan,
ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:
1. Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita.
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)
2. Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.
“ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).
3. Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
(QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.




MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran
Al Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung memahaminya.
Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.

Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
Kemudian Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demikian Al Qur;an di ajarkan kepada para shahabat-shahabat yang lain.
Al Quran difahami dengan menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.
Pada saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan Yamamah misalnya , banyak para sahabat penghafal Quran yang syahid. Melihat kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf Al Quran. Abu bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
Abu Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin Haritsah pun sempat berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah Hafsah.
Barulah pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5 buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat sedikit.
Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita, diantara teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan kita belum tentu genap semuanya.
Kaum muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca tapi juga dihafal dan difahami.
Mungkin ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang. Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi „makanan“ untuk hati. Dan sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran.
Rasa inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. „ Rasa „ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulang-ulangnya.
Kaum muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama, kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firman-firmanNya.
Bila kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“

Ilham ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.
Atau ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam surat Al Anfaal ayat 29:

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)
Jadi intinya Al Qu’an adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.
Bayangkan apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak gunung.
Memang solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan, bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran) maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran dengan mandiri.
Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan selama ini juga dapat terwujud.
Demikianlah renungan kita tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.
Wallahu alam bi shawab


Ciri-ciri orang Beriman yang sempurna:
Kita sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
Bagaimanakah kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dalam firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut>
1. Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah
Gemetarnya bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat Kebesaran ciptaanNya.
Asma Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99 Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”
2. Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan
Ayat dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih.
Dan bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah. Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun makin yakin dan kagum pada Allah.

Hari-hari orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.

3. Bertawakkal hanya kepada Allah
Bagi orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.
…. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Putus asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.
4. Mendirikan Shalat
Mereka ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah SAW :
Apabila engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)
Mereka ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya.

Shalat merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat beristirahat dari keruwetan hidup.
Dan tepatlah sabda Rasulullah saat menyuruh Bilal adzan dengan berkata :
“Wahai Bilal, berilah istirahat kepada kita semua!”

Dan bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ? Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang
5. Menafkahkan rezeki yang dipunyai
Ciri terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati
Demikianlah ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa dan rezeki yang halal dan berkah.
Semoga bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing. Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang dicintai Allahu Rabbi.

MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

Tehnik Menghafal dan Murajaah Al Quran
Bagi para penghafal Al Quran yang pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan tersendiri. Tetapi seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui.
Ketika itu kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada saat hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.
Untuk surat-surat yang agak panjang (50 ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat), biasanya kita sangat hafal separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh terakhir sulit bagi kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan “macet” ketika saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan kita selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak kita lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal ayat-ayat awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.
Kesulitan kedua adalah ketika kita „macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat selanjutnya. Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya” macet maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak ada cara lain untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.
Lalu bagaimana cara efektif untuk menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya adalah ketika proses menghafal sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat dengan cara memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya kita menghafal surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah sebagai berikut :
1. Hafalkan ayat 1 sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
2. Kemudian hafalkan secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5. Ikatlah ayat 1 sampai ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar. Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang di hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan jari telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari manis dan ayat 5 gerakkan jari kelingking.
3. Kemudian hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangan kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat 6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan ayat 10
4. Sekarang mengulang menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil menggerak-gerakkan jari sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan sampai lancar. Hal ini mengikat ayat 1 sampai 10.
5. Lakukan langkah diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.
6. Terakhir gabungkan semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb. Ulang-ulang sampai lancar
Kemudian bagaimana anda murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara konvensional? Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan menjadi 10 ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka pecah 10 ayat menjadi 5 ayat-ayat.

Manfaat dari menghafal dengan sistem potongan ini adalah:

1. Ketika murajaah kita tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1- sehingga untuk surat yang panjang murajaah dapat dilakukan sepotong-sepotong di dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat shalat kita membaca 10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah sampai 40 ayat (sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh 2 rakaat). Ini cukup bagus untuk surat An Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al Baqarah, bila dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka selesai shalat isya kita sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah dengan shalat2 sunnah rawatib maka kita bisa murajaah 200 ayat dalam sehari. Dan bila ditambahkan dengan shalat dhuha dan tahajjud kita bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat yang dilakukan sehari semalam!
2. Kita tidak merasa susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal surat-surat yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan. Dan di dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai
3. Menguatkan secara merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat awal surat saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering, anak menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan ayat selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus mengulangi dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka kita kita harus selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi. Kondisi-kondisi seperti ini akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal dan menurunkan kualitas hafalan ayat-ayat akhir.
4. Hafal nomot ayat tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat untuk kita
5. Mengatasi kasus „ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan berhenti memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong surat’ ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah ayat macet ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap ayat independen diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak hanya dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem menghafal konvensional- tapi juga dikaitkan dengan nomornya (yang diingat secara tidak sadar dengan menggerak-gerakkan jari tangan ketika menghafal). Ketika memori yang terkait dengan ayat sebelum terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu nomor surat. Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan merasakan hasilnya!
Melakukan metoda ini tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya ini adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan tidak stres dalam memurajaah. Karena kita mempunyai „petunjuk/milestones“ dalam surat-surat hafalan kita yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan memurajaah „ayat-ayat pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan dan anda akan terkejut dengan hasilnya.
Selamat bermurajaah!
Ummu Alya
Membangun Peradaban
Posted by: Gatot Pramono on: November 2, 2007
• In: Ummat
• 9 Komentar

“… kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min dan bersikap tegas kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela ….” (QS Al-Maidah: 54)
Rasulullah saw yang telah membawa perubahan superbesar dalam sejarah kehidupan manusia memulai masa kenabiannya di usia 40 tahun. Dan hanya dalam 23 tahun masa kenabiannya, beliau mampu membangun dasar peradaban rabbani, yang menjunjung tinggi aspek superioritas hukum Islam, keseimbangan peran dan kewajiban antarkomponen masyarakat.
Ketika ada pertanyaan bagaimana bisa dalam waktu sesingkat itu dapat terbangun sebuah sistem yang mengalami masa kejayaan selama berabad-abad, maka jawaban yang paling tepat adalah karena Rasulullah menggunakan sistem ilahiyah dalam membangun peradabannya. Sistem yang mengacu kepada kitabullah. Sistem ini integral dan komprehensif serta mampu memecahkan seluruh persoalan hidup manusia.
Menurut Dr Ali Abdul Halim Mahmud setidaknya ada 2 pilar pokok yang harus dibangun ketika kita ingin membangun (kembali) sebuah peradaban rabbani. Pertama adalah pilar tarbawi (pembinaan dan pendidikan), berupa pola belajar-mengajar, dengan ragam perangkatnya dengan tujuan untuk menyempurnakan potensi pribadi. Kemudian yang kedua, yaitu pilar tanzhimi (institusional) berupa pembangunan institusi internal masyarakat yang mengatur kode etik dalam kehidupan bermasyarakat, dan institusi eksternal yang mengatur kekuasaan dan hubungan antarbangsa.
Perubahan peradaban ini bisa dimulai. Caranya dengan membangun kepribadian individu Muslim dengan Islam pada seluruh aspek kehidupan. Kemudian pembentukan keluarga-keluarga shalihah dengan seluruh nilai dan moralitasnya. Akhirnya akan terbentuk sistem masyarakat dengan seluruh interaksi sosial dan pengaturannya yang dinaungi dalam wadah institusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiyah.
Muaranya adalah perubahan peradaban. Perubahan yang berakar pada tegaknya sistem nilai yang mengacu pada nilai-nilai transendental dan ilahiyah. Peradaban yang di dalamnya terbentuk struktur kemasyarakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran ilahi.
Herry Nugraha
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:22 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Kultum : Melatih Anak berpuasa
KUMPULAN KULTUM :
MELATIH ANAK BERPUASA
Kultum Ramadhan :
Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT. Kita bersyukur hingga hari ini diberi kekuatan dan kesempatan untuk menjalani hari-hari Ramadhan dengan penuh amal kebaikan. Sholawat dan salam kepada Rasulullah SAW nabi junjungan kita semua, yang mengisi Ramadhan dengan sepenuh amal yang berkah. Memberikan contoh kepada kita beragam amal yang disyariatkan dalam Ramadhan yang mulia. Semoga kita mampu meniru dan menjalankannya.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin membahas tentang puasa Ramadhan dan anak-anak kita. Sebuah gambaran yang unik seringkali ditemui di jalan-jalan dan sekolahan. Kita melihat anak usia sepuluh tahunan, atau bahkan lebih dari itu yang dengan ringan menikmati makanan dan minuman yang segar di siang hari Ramadhan. Tentu kita bertanya-tanya dalam hati, apakah yang membuat sang anak tersebut tidak berpuasa di hari-hari Ramadhan ini ?. Seandainya saja karena sakit dan kondisi fisik yang lemah, tentulah kita tidak akan mempermasalahkannya.Karena jangankan anak kecil, orang dewasa yang sakitpun dibolehkan untuk berbuka oleh syariat Islam yang indah dan manusiawi. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anak tersebut tidak pernah dilatih dan diperintahkan berpuasa oleh orang tua mereka ? Inilah yang akan sedikit kita bahas dan renungkan pada kesempatan kali ini. Bagaimana sesungguhnya Islam memberikan pandangan seputar anak-anak dan puasa Ramadhan.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Mungkin ada sebagian orang tua yang akan dengan mudah beralasan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan anak-anak untuk berpuasa, sehingga tidak perlu tergesa-gesa menyuruh mereka berpuasa sebelum waktunya atau sampai usia baligh. Alasan ini memang terlihat benar pada satu sisi, karena tidak ada kewajiban ibadah apapun –begitu pula puasa Ramadhan- kepada mereka yang belum baligh atau bermimpi basah. Rasulullah SAW bersabda :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ حَتَّى يُفِيقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

Diangkat pena catatan amal dari tiga orang : orang gila yang hilang akalnya sampai sadar kembali, orang tidur sampai ia bangun, dan anak kecil sampai ia bermimpi (baligh) “ (HR Abu Daud)

Lalu apakah kemudian kita berdiam diri tidak mengenalkan dan melatih anak kita berpuasa hingga waktunya tiba ? . Tidak dan sekali-kali tidak. Ibadah dijalankan dengan ringan karena ada latihan dan pembiasaan. Begitu pula dan apalagi ibadah puasa yang sangat dominan sisi fisiknya. Jika tidak dibiasakan sejak dini, maka penundaan dari tahun ke tahun hanyalah mengakibatkan kesulitan yang bertambah-tambah. Pepatah hikmah mengatakan dengan indahnya, bahwa mendidik anak saat kecil bagaikan mengukir di atas batu. Susah memang tapi masih memungkinkan untuk dilakukan. Sedangkan mendidik orang tua bagaikan mengukir di atas air, hampir-hampir tidak pernah kita bayangkan bagaimana melakukannya.

Jamaah sekalian yang dirahmati oleh Allah SWT

Rasa-rasanya tidak berlebihan jika kita mengatakan, bahwa anak-anak memang belum wajib untuk berpuasa, tapi sungguh para orang tua mempunyai kewajiban untuk mulai mengenalkan dan melatih anak-anaknya berpuasa. Kewajiban ini sudah diisyaratkan begitu jelas dalam Al-Quran, sebagai panduan bagi orang tua untuk melakukan langkah-langkah yang jelas dalam mengarahkan anaknya dalam beribadah. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “(QS At-Tahrim : 6). Setiap orang tua yang mentadabburi dan memahami ayat ini tentulah segera tergerak dan merasa bertanggung jawab untuk mengenalkan ibadah puasa kepada anak-anaknya.

Kita juga mempunyai contoh teladan dari Rasulullah yang mulia dalam masalah ini. Bukan hanya dalam masalah ibadah, bahkan dalam masalah etika dan akhlak pun beliau telah mengajarkan kepada anak-anak yang belia, tanpa memandang usia apalagi baligh tidaknya. Dalam suatu kesempatan makan bersama anak kecil, beliau mengajarkan kepada seorang anak tentang bagaimana adab makan. Beliau bersabda : ““Wahai anakku, sebutlah nama Allah , makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang dekat terlebih dahulu (HR Muslim). Hadits diatas menunjukkan bagaimana urgensinya memulai mengenalkan kebaikan sejak kecil.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Lalu bagaimanakah cara kita untuk mengenalkan dan melatih anak-anak kita berpuasa ? Setidaknya ada lima hal yang perlu kita cermati dalam masalah ini. Semoga kita bisa menjalankannya dengan baik dan istiqomah.

Pertama : Memberikan pemahaman ringan seputar Puasa dan Urgensinya
Sungguh anak kecil usia tujuh tahun bahkan kurang, pada saat ini telah mampu dengan mudah untuk diajak dialog. Semakin ia mengetahui alasan dan pentingnya berpuasa, maka akan semakin mudah melatihnya berpuasa. Anak-anak kita pun akan menjalankannya dengan lebih ringan saat meyakini apa yang dilakukannya berpahala. Saya jadi ingat lirik lagu Bimbo seputar anak-anak dan puasa, tentu kita semua masih mengingatnya dengan baik setiap Ramadhan hadir. “ Ada anak bertanya pada bapaknya .. buat apa berlapar-lapar puasa ? “. Dijawab oleh sang ayah : “ lapar mengajarkan rendah diri selalu .. “. Demikian seterusnya, kita bisa membahasakan urgensi puasa dalam ungkapan yang menggugah anak-anak kita dalam berpuasa.

Kedua : Memberikan Motivasi dalam Berpuasa
Motivasi disini memang sangat unik jika terkait dengan anak-anak. Kebiasaan yang berlaku di sekitar kita adalah memberikan hadiah kepad a mereka yang bisa menuntaskan puasanya dengan sempurnya. Maka jumlah hadiah disesuaikan dengan jumlah hari mereka berpuasa. Kebiasaan ini tidak sepenuhnya salah, namun motivasi disini tidak harus berupa barang dan materi yang itu-itu saja. Mungkin saja kita bisa arahkan ke hadiah yang lebih baik dari itu semua, misalnya diberikan uang untuk bersedekah, uang untuk membeli buku, uang untuk infaq palestina. Jadi pada satu sisi kita memotivasi, sisi yang lain juga mengarahkan kemana sebaiknya hadiah tersebut digunakan. Ini hanya sekedar contoh ringan, saya yakin bapak dan ibu sekalian lebih tahu hadiah yang terbaik buat anak-anaknya.

Ketiga : Persiapan Puasa yang Matang
Anak-anak kita dalam masa pertumbuhan yang sangat sensitif, mereka membutuhkan asupan gizi yang cukup. Jangan jadikan puasa sebagai hal yang membuat mereka kekurangan gizi dan menjadi lemah. Karenanya para orangtua hendaknya berlaku serius dalam mempersiapkan hidangan sahur bagi putra-putrinya.Pastikan bahwa mereka akan mampu menjalaninya dengan baik,karena kita telah menghidangkan modal yang cukup saat sahur dan berbuka.

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Langkah yang keempat adalah : Membuat Kesibukan yang Menyenangkan
Berpuasa seharian bagi sebagian besar anak kecil adalah sesuatu yang berat dan sangat menyiksa diri. Kita tidak bisa membiarkan mereka larut dalam kondisi sedemikian. Karenanya perlu dilakukan langkah dan upaya untuk menyibukkan mereka agar lalai dari rasa lapar dan dahaga. Inspirasi semacam ini bisa kita dapatkan dari bagaimana cara sahabat mendidik anak-anaknya untuk berpuasa. Sebuah riwayat shohih dari Rubayyi binti Muawidz, ia berkata:
” Di pagi Asyura’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar :” Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini. Dan kamipun melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa anak-anak kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai masuk waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)

Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..

Yang terakhir tentu saja kita harus meyakini pentingnya : Bertahap dalam Latihan berpuasa.

Rasulullah SAW telah memberikan panduannya saat memerintahkan kita untuk mengajarkan anak kita melakukan ibadah sholat . Beliau bersabda dari lisannya yang mulia :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ

“perintahkanlah anak-anakmu untuk sholat saat usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mengerjakannya) saat usia sepuluh tahun “ (HR Abu Daud)

Maka hendaknya latihan puasa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan, dari tahun ke tahun ditargetkan ada peningkatan. Karenanya memulai sejak usia dini merupakan salah satu langkah sukses menuju tahapan-tahapan selanjutnya. Kebiasaan masyarakat kita yang mengistilahkan “ puasa sambung “ dan “puasa mbedhug” atau berbuka saat dhuhur menjelang dan melanjutkan puasa setelahnya, ini menunjukkan sebenarnya langkah positif ini sudah dianut masyarakat kita dalam mengenalkan anak-anaknya berpuasa.

Sekarang tinggal kita kembali menganjurkan kepada mereka yang masih acuh tak acuh dan meremehkan masalah ini, agar segera tersadar dan bersegera melatih anaknya untuk berpuasa. Semoga Allah SWT memudahkan niatan dan langkah kita ini. Wallahu a’lam bisshowab
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:21 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Kultum : Diterimanya DOA
KUMPULAN RAMADHAN :
Beberapa Tips Diterimanya Doa
Pada suatu hari, seorang Arab Badui bertanya kepada Nabi SAW: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah surat Al-Baqarah ayat 186:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Didalam ayat disebutkan bahwa keberadaan Allah SWT adalah sangat dekat, sehingga kita semua tidak perlu untuk berteriak keras ketika memohon kepadanya. Bahkan Allah SWT lebih dekat daripada urat leher kita (Qaaf 16):

Dalam ayat di surat Al-Baqarah diatas merupakan janji Allah SWT untuk mengabulkan doa bila kita berdoa kepadaNya. Jadi doa itu harus dilakukan secara langsung kepadanya, tidak perlu perantara mahluk Allah yang lain dalam berdoa. Yakinlah akan janji ini dan berprasangkalah yang baik bahwa doa kita akan dikabulkan. Allah SWT dalam suatu hadits qudsi pernah bersabda:

“Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku”
Jadi berprasangkalah baik bahwa Allah SWT akan mengabulkan doa kita, niscaya Dia akan bersama dengan harapan kita. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam berdoa adalah jangan tergesa-gesa. Rasulullah SAW pernah berkata:

“Akan diterima doa siapapun yang tidak tergesa-gesa.”
Maksudnya adalah jangan cepat berkata bahwa “Allah tidak menerima doaku” setelah beberapa kali berdoa. Ada kemungkinan Allah SWT masih menunda mengabulkan doa. Kita harus bersabar sampai doa kita diterima atau Allah SWT memberikan solusi lain yang lebih baik bagi kita.
Yang menarik ayat 186 surat Al-Baqarah ini terletak diantara ayat-ayat berhubungan tentang ibadah di bulan Ramadhan. Hal ini menunjukkan bahwa didalam bulan Ramadhan kita sangat dianjurkan untuk berdoa. Bukankah orang yang berpuasa itu doanya tidak akan ditolak seperti hadits Nabi SAW tentang tiga golongan yang tidak ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka dan orang yang didzalimi:
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:19 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Kulltum hikmah Puasa
Kultum Ramadhan | Hikmah Puasa Ramadhan


Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-kiat menghindari gagalnya Ramadhan :
1. Kurang melakukan persiapan di bulan Syaban.
Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia (Al Muhalla VI: 178).
Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak : Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main. Allah bertanya : “Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia” (Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Labil dalam menjalani hidup.
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Khianat terhadap amanah.
Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.
13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.
16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.
17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Hasyr: 18).
18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.***
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:16 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Kultum :Sempurnanya Tauhid
KULTUM :
Syarat sempurnanya Tauhid
Firman Allah “Dan hendaklah kalian hanya beribadah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun”
Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa tauhid tidak akan sempurna kecuali dengan dua syarat, yaitu :
• Meniadakan segala sesuatu sesembahan bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah
• Menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah
Allah berwasiat kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaih wasalam dan umat Islam di dalam ayat yang berisi 10 hak yang harus ditunaikan seorang hamba baik kepada Allah, Islam, atau sesama manusia.
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan atas kamu oleh Rabb-mu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” Al Qur’an Surat Al An’am : 151
5 Hak yang Harus Ditunaikan Seorang Hamba
1. Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun
Jangan seperti orang musyrikin yang apabila disebutkan nama Allah maka mereka ketakutan dalam bentuk pengingkaran, akan tetapi jika disebutkan nama dari selain Allah (yang mereka sembah) maka mereka bergembira.
2. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa maksud berbuat baik kepada kedua orang tua yaitu dengan berbuat taat, memelihara, menjaga dan melaksanakan perintah keduanya (selama dalam ketaatan kepada Allah), memerdekakan mereka (apabila budak), dan tidak menghinakan mereka.
3. Tidak membunuh anak-anak dikarenakan takut miskin
Seperti halnya orang musyrikin jahiliyah yang membunuh anak-anak perempuan karena merasa hina apabila memiliki anak perempuan, atau karena takut tidak bisa memelihara anak. Padahal disebutkan dalam hadits bahwa seseorang tidak akan mati sebelum sempurna rizki dan ajalnya. Sehingga setiap orang sudah ditetapkan rizkinya oleh Allah, jadi tidak boleh takut tidak bisa memelihara anak yang banyak.
Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar di sisi Allah ?, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Allah-lah yang telah menciptakanmu”. Kemudian dosa apa lagi selanjutnya ?, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu”. (Shahih Bukhari Muslim)
Anak adalah rezeki yang merupakan karunia dari Allah.
4. Dan janganlah kalian mendekati kekejian baik yang dhahir atau yang tersembunyi.
Allah menutup pintu menuju perbuatan keji. Dalam ilmu ushul syariat disebutkan bahwa segala sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram maka hal tersebut juga dilarang. Oleh karena itu Allah memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis karena hal ini dapat mengantarkan kepada zina. Oleh karena itu merupakan kesalahan orang yang mengaku menjadi ulama atau kyai tetapi memfatwakan bahwa boleh melihat gambar wanita telanjang yang ada di majalah, koran, dll karena yang dilarang adalah melihat wanitanya secara langsung.
Pengertian kekejian yang nyata adalah suatu kekejian yang benar-benar nyata dan diketahui oleh orang lain, sedangkan kekejian yang tersembunyi tidak diketahui orang lain.
5. Dan jangan membunuh jiwa yang telah Allah haramkan tanpa melalui jalan yang benar
Jiwa seorang muslim telah diharamkan (dilarang) oleh Allah untuk dibunuh. Dalam hadits disebutkan bahwa sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan seorang muslim telah diharamkan (dilarang untuk dilanggar) sebagaimana kehormatan hari Dzulhijjah, bulan Dzulhijjah, dan negeri Makah. Juga dilarang membunuh jiwa orang kafir dzimmi, muahad, musta’man (terdapat pembahasannya di kajian yang lain)

Bertakwa Kepada Allah
Bekal Kebahagian Dunia dan Akhirat
Kalimat hamdalah dan puji syukur yang senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah Jalla wa `Ala yang senantiasa memberikan kepada kita kenikmatan-Nya, kenikmatan yang nampak dan yang tersembunyi. Terkhusus kenikmatan Islam, iman, dan kenikmatan berpegang teguh terhadap agama Allah ini merupakan kenikmatan yang besar yang diberikan kepada kita semua.
Dan juga merupakan nikmat yang Allah berikan kepada kita dimana pada malam ini kita dikumpulkan dalam majelis ilmu. Di dalamnya kita saling mengingatkan, semoga Allah menggolongkan kita diantara orang-orang yang saling beriman dan beramal shalih, dan saling menasihati di dalam kebenaran dan kesabaran, dan semoga Allah menjadikan kita sebagai orang yang mendapat naungan pada hari kiamat di hari yang tidak ada perlindungan selain perlindungan-Nya.
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, dari hadits Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Tujuh golongan yang akan Allah berikan naungan padanya pada hari kiamat di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,…” salah satunya adalah dua orang yang mereka saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul karena Allah, dan mereka berpisah juga karena Allah.
Maka kita berharap pertemuan kita pada malam hari ini mendapatkan berkah dari Allah, pertemuan dalam keadaan kita saling mencintai karena Allah, persahabatan yang erat, yang tidak akan dipisahkan oleh Allah baik di dunia atau di akhirat. Bahwa orang orang yang berteman setia pada hari kiamat nanti sebagiannya akan bermusuhan dengan yang lainnya kecuali orang yang bertakwa. Maka merupakan hal yang baik bila dalam pertemuan singkat ini kita saling menasihati, Rasulullah bersabda dalam hadits Muslim bahwa agama itu dibangung di atas nasihat.
Bekal dalam kehidupan dunia yang menjadikan kita semoga termasuk diantara orang-orang yang selalu berada di dalam kebaikan dan mendapatkan ridha dari Allah yaitu:
Bertakwa kepada Allah
Firman Allah, “Dan berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah bertakwa (kepada Allah)“. Dan wasiat ini sama untuk umat Nabi Muhammad dan umat sebelumnya, sebagaimana dalam Firman Allah, “Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kalian dan kalian agar selalu bertakwa kepada Allah“.
Salah seorang ulama mendefinisikan taqwa dengan, “Bertakwa kepada Allah adalah engkau beramal dengan ketaatan-ketaatan kepada Allah di atas cahaya dan bimbingan dari Allah dalam keadaan engkau mengharap pahala dari Allah. Dan engkau meninggalkan kemaksiatan di atas cahaya dan bimbingan dari Allah dalam keadaan engkau takut mendapat siksa-Nya”.
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:14 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
kultum ; GAGALNYA menyambut Ramadhan
Kultum Ramadhan | Hikmah Puasa Ramadhan


Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-kiat menghindari gagalnya Ramadhan :
1. Kurang melakukan persiapan di bulan Syaban.
Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Syaban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syaban.”
2. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih” (Maryam: 59).
Menurut Said bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami” (Al-Anbiya:90).
Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. (Hadits Qudsi)
4. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an (HR Baihaqi).
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda : “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda : “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata : Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia (Al Muhalla VI: 178).
Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak : Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya”. Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah SWT dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main. Allah bertanya : “Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi ?.” Mereka menjawab : “Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman : “Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. “Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai Arsy yang mulia” (Al-Mu’minun: 112-116).
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Labil dalam menjalani hidup.
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah SAW : ‘Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya’ (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Khianat terhadap amanah.
Shiyam adalah amanah Allah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggung-jawabkan di hadapan-Nya kelak. Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah.
Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.
13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh” (Ash-Shaf: 4). Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.
16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah.
Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.
17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Hasyr: 18).
18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelang Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara harfiah makna Iedul Fitri berarti ‘hari kembali ke fitrah’. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari penjara Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.***
Diposkan oleh Program 5M.infaq di 17:08 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Kultum RAMADHAN : bersyukur pada Allah
KUMPULAN KULTUM RAMADHAN : Rasa beryukur kepada Allah :
Kumpulan kultum tarawih ramadhan ini saya kumpulkan dalam rangka mencari materi kultum untuk bahan kultum taraweh di masjid dekat asrama. Sebenarnya hanya untuk ajang belajar dan melatih diri kami.
BERSYUKUR DALAM SEGELAS AIR
Sega puji milik Allah dan shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Jamaah Tarawih yang dirahmati Allah,
Sebagaimana sudah sering disampaikan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berpuasa dengan tujuan agar manusia mencapai derajat taqwa. Salah satu ciri taqwa adalah bersyukur pada Allah.
Banyak orang bersyukur atas nikmat yang besar, tetapi sangat jarang orang bersyukur atas nikmat yang mereka anggap kecil atau sedikit. Padahal sesungguhnya tidaklah ada nikmat yang kecil dari Allah, kebodohan dan pe rsepsi manusia sajalah yang membuat nikmat tersebut tidak disyukuri.
Ada sebuah cerita hikmah:
Suatu ketika Nasyrudin sedang duduk di rumahnya, tiba-tiba datang temannya mengeluh dan meminta pertolongan.
“Wahai Nasyrudin,” kata orang itu. “aku memiliki rumah yang sempit, aku tidak kerasan tinggal di rumah tersebut. Tolong aku agar rumahku menjadi luas,”
Kemudian Nasyrudin menyuruh orang itu pulang dan memasukan 5 ekor kambing ke dalam rumahnya.
Besoknya orang itu datang lagi dan berkata, “wahai Nasyrudin, rumahku menjadi tambah sempit karena kambing-kambing itu”
Kemudian Nasyrudin kembali menyuruh orang itu pulang dan menyuruhnya memasukan 5 ekor unta. Dengan wajah penuh keheranan orang itu pulang dan menuruti apa yang suruh Nasyrudin.
Besoknya orang itu kembali lagi dengan wajah sangat marah.
“Nasyrudin, sekarang aku tidak bisa tidur, aku terhimpit oleh binatang ternak. Aku hanya bisa berdiri mematung di tumahku,”
“Pulanglah,” jawab Nasyrudin. “Lalu keluarka semua binatang ternak itu dari rumahmu.”
Besoknya orang itu kembali dengan wajah berseri-seri, “Alhamdulillah, sekarang rumahku menjadi sangat luas sekali, aku bisa tenang tiduran dan melakukan apapun di rumahku,” kata orang itu dengan penuh semangat.
Padahal rumahnya tak berubah, apalagi bertambah luas secara fisik dari sebelumnya.
Apa relevansinya cerita itu dengan ibadah Ramadhan yang kita laksanakan?
Dengan ramadhan ini rupanya Allah sedang mendidik kita untuk bisa lebih bersyukur dengan nikmat yang kita peroleh. Segelas air bahkan bergelas-gelas air yang kita minum setiap harinya, atau bergalon-galon air yang kita minum tiap bulannya, jarang atau bahkan tidak pernah kita bersyukur, bahkan mungkin kita tidak menyadari kalau itu adalah sebuah nikmat dari Allah.
Tapi saat kita diterpa dahaga dan lapar karena berpuasa, segelas air saat berbuka terasa sangat nikmat sekali membasahi kerongkongan. Baru pada saat itu kita merasakan akan nikmat Allah dalam segelas air tersebut, padahal di hari biasa kita kerap mengabaikannya.
Lalu bagaimanakah cara kita bersyukur pada Allah?
Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah. Pertama, bersyukur dengan hati nurani. Untuk itu, orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah.
Kedua, bersyukur dengan ucapan. Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”
Ketiga, bersyukur dengan perbuatan, yang biasanya dilakukan anggota tubuh. Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-hal yang positif. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang harus dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain, mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki.
Semoga dengan ramadhan semabagai shahruttarbiyah atau bulan pendidikan bisa membuat kita menjadi insane yang bersyukur atas nikmat lahiriah maupun batiniah.
wallahu ‘alam
by: abu faiza

Membiasakan Berbuat Baik
Posted by: Gatot Pramono on: Juni 11, 2008
Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan keluarganya.
Semakin seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.
Permasalahan awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:
“Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia semakin ingat.

“Dan sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)
Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin yakin.
Wallahu a’lam bish showab.
gatot h. pramono

Keutamaan Malam Lailatul Qadar
28 Agustus 2009 pada 9:12 AM •
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang dimuliakan Allah ta’ala. Allah ta’ala menamainya dengan Lailatul Qadar, menurut sebagian pendapat, karena pada malam itu Allah Ta’ala mentakdirkan ajal, rizki dan apa yang terjadi selama satu tahun dari aturan-aturan Allah ta’ala. Hal ini sebagaimana Allah Ta’ala firmankan:
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (Ad Dukhan: 4)
Didalam ayat tersebut Allah Ta’ala menamai Lailatul Qadar karena sebab tersebut. Menurut pendapat lain, disebut malam Lailatul Qadar karena malam tersebut memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala. Allah Ta’ala menyebutnya sebagai malam yang berkah, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Ad Dukhan: 3)
Allah Ta’ala juga memuliakan malam ini dalam firman-Nya:
“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (Al Qadr: 2-3)
Maksudnya, amalan di malam yang barakah ini menyamai pahala amal seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar padanya. Seribu bulan sama dengan 83 tahun lebih. Ini menunjukkan keutamaan malam yang besar ini. Oleh karenanya Nabi shallallahu alaihi wasallam berusaha mencari malam Lailatul Qadar. Beliau bersabda:
“Barang siapa shalat di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka dia akan diampuni dosanya yang telah lampau ataupun yang akan datang.”
Allah Ta’ala juga mengabarkan bahwa pada malam itu malaikat Jibril dan ruh turun. Ini menunjukkan betapa besar dan pentingnya malam ini karena turunnya malaikat tidak terjadi kecuali untuk perkara yang besar. Kemudian Allah Ta’ala mensifati malam itu dengan firman-Nya:
“Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al Qadr: 5)
Allah ta’ala mensifati malam tersebut dengan malam keselamatan. Ini menunjukkan kemuliaan, kebaikan, dan keberkahannya. Orang yang terhalangi dari kebaikan malam itu berarti terhalangi dari kebaikan yang sangat banyak. Inilah keutamaan-keutamaan yang besar pada malam barakah ini.
Akan tetapi, Allah Ta’ala menyembunyikannya di bulan Ramadhan agar seorang muslim bersungguh-sungguh mencarinya. Sehingga amalnya semakin banyak dan dengan itu ia menggabungkan antara banyaknya amal di seluruh malam-malam Ramadhan dan bertepatan dengan malam Lailatul Qadar dengan segala keutamaan, kemuliaan dan pahalanya. Sehingga dengan itu ia mengumpulkan antara dua kebaikan. Ini merupakan karunia Allah ta’ala atas hamba-hamba-Nya.
Ringkasnya, bahwa Lailatul Qadar adalah malam yang besar (agung) dan berkah. Juga merupakan nikmat dari Allah ta’ala yang mendatangi seorang muslim di bulan Ramadhan. Maka jika dia diberi taufik untuk memanfaatkannya dalam kebaikan, ia akan mendapatkan pahala yang besar dan kebaikan yang banyak yang sangat dia butuhkan. (Penjelasan Asy-Syaikh Shalih Fauzan dalam Fatawa Ramadhan, 2/847-849)
Kapan Malam Lailatul Qadar itu?
Terdapat riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa malam Lailatul Qadar terjadi pada malam 21, malam 23, malam 25, malam 27, atau malam 29 dan akhir malam bulan Ramadhan.
Al-Imam Asy-Syafi’I t berkata: “Ini menurut saya, wallahu a’lam, karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab sesuai dengan pertanyaannya. Dan pendapat yang paling kuat bahwa itu terjadi pada malam-malam yang ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau mengatakan:
“Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, lihat Shifat Shaum An-Nabi, Asy-Syaikh Ali Hasan, hal. 87)
Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar
Dari Ubai ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Pagi hari dari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar seperti bejana dari tembaga sampai tinggi.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhu, ia berkata, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam:
“Lailatul Qadar adalah malam yang tenang, cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari terbit di pagi harinya lemah dan berwarna merah.” (HR. Ath-Thayalisi, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Bazzar, sanadnya hasan. Lihat Shifat Shaum An-Nabi, hal. 90)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar